Minggu, 14 Mei 2017

Terpilihnya Macron Menjadi Presiden Perancis 2017

Pemilihan Umum (PEMILU) Presiden tentu diadakan beberapa negara dalam periode lima tahun sekali. Baru-baru ini telah dilaksanakan pemilu presiden di salah satu negara yaitu Negara Perancis. Dimana pemilihan umum tersebut berlangsung pada 22-23 April dan 6-7 Mei di tahun 2017. Seperti yang telah diketahui bahwa pemilihan dilakukan sebanyak dua putaran, karena tidak ada mayoritas suara dalam putaran pertama di tanggal 23 April. Terdapat dua nama calon presiden yang mendapat suara terbanyak yaitu Marine Le Pen dari Front Nasional dan Emmanuel Macron dari En Marche (gerakan politik independen yang didirikan oleh Macron).

Dalam pemilihan Presiden Perancis kali ini, di tahun 2017 jatuh ke tangan Emmanuel Macron. Di mana Macron dalam penyampaian visi misinya cukup memuaskan dan membawa pengaruh pada masyarakat, begitu pula dengan Le Pen. Mereka berdua memiliki pandangan politik yang berbeda dan sangat bertolak belakang. Macron yang sejatinya memiliki pandangan global dan internasional, terbuka pada imigran bahkan mendukung toleransi agama, serta tidak membatasi atau menarik diri dari Uni Eropa. Lain halnya dengan La Pen yang lebih memiliki pandangan nasionalis, proteksionis terhadap negaranya, populis, anti-imigran demi identitas negara, dan juga menarik diri dengan Uni Eropa. Padahal sikap dan pandangan La Pen tersebut berisiko memecah belahkan Negara Perancis karena tidak mentolerir isu imigran.

Komunikasi politik yang dilakukan oleh Macro sangat membuahkan hasil yang positif. Selain karena faktor usia yang tergolong muda untung menjadi seorang presiden, Macro  juga merupakan calon presiden yang berdiri secara independen (non-partai) dan berjiwa kepemimpinan. Walaupun sebelumnya Macron berdiri di bawah partai sosialis, yang mana di dalamnya terdapat mantan Presiden Perancis yaitu Francois Hollande. Macron memiliki kedekatan dengan Barrack Obama dan Hillary Clinton, bahkan mereka meyuarakan dukungannya untuk Macron. Hal itu juga menjadi faktor penting mengapa Macron yang terpilih sebagai presiden di tahun ini. 

Faktor lain adalah karena keambisiusan pesaing; La Pen. Obsesi untuk menguasai Negara Perancis membuatnya buta, kampanye yang tidak teratur dan tidak berisi hal-hal positif membuat sebagian masyarakat enggan memilihnya. Bahkan La Pen kerap disamakan dengan presiden Amerika Serikat yaitu Donald Trump, di mana kebijakan politik yang mereka anut sangatlah di luar akal sehat, khususnya kebijakan yang disebutkan oleh La Pen yaitu bersumpah akan membuat Perancis lepas dari Uni Eropa serta melarang komunitas Muslim masuk ke dalam Perancis.

Minggu, 07 Mei 2017

Ribuan Karangan Bunga Ahok, Untuk Apa?

Begitu banyak masalah tentang kepolitikan di negara Indonesia. Baru-baru ini munculnya berita mengenai karangan bunga yang dibuat oleh simpatisan kepada Ahok-Djarot; mantan gubernur Republik Indonesia. Pengiriman karangan bunga tersebut merupakan salah satu bentuk komunikasi politik yang ditujukan untuk pasangan Ahok-Djarot, yang diketahui sebagai bentuk rasa terima kasih atas kinerja mereka selama menjadi Gubernur DKI Jakarta sekaligus memberi semangat karena tidak terpilihnya Ahok-Djarot sebagai gubernur di periode 2007-2012. Bentuk komunikasi politik tersebut ternyata berdampak buruk dan berujung kekisruhan setelahnya. Tepat pada hari buruh atau ‘Mayday’, ratusan bahkan ribuan karangan  bunga untuk Ahok yang berjajar di Balai Kota hingga Monas semuanya hangus dibakar. Para buruh yang terlibat aksi ini menolak untuk memberi alasan yang signifikan, bukannya menyebutkan fakta namun malah beralasan yang sebenarnya tidak masuk akal sama sekali. Hal ini berhubungan dengan masyarakat di DKI Jakarta yang terbagi menjadi pendukung Ahok dan anti Ahok. Perbedaan itulah yang memicu kekisruhan selama Mayday. Pada saat itu, buruh yang melakukan aksi demo bukan hanya yang berasal dari Jakarta, namun juga yang berada di luar Jakarta dengan jumlah yang lebih banyak. Hal ini memperkuat argumen bahwa adanya provakator dalam pembakaran karangan bunga tersebut, kemungkinan terbesar adalah sebuah kelompok anti Ahok yang memanfaatkan waktu Mayday untuk kelancaran aksi mereka.

Menurut kacamata awam, masyarakat DKI maupun luar DKI akan menganggap kasus ini sebagai sesuatu yang berlebihan. Bersikap netral memang sulit, mengingat banyaknya media yang menayangkan opini si pembuat berita, bukan fakta yang ada di lapangan. Padahal jika melihat dari sisi penyampaian komunikasi politik hal ini tidak salah, sebab siapapun dapat menyampaikan aspirasi bahkan rasa terima kasih kepada orang atau kelompok yang duduk di kursi pemerintahan dalam bentuk apapun. Komunikasi politik yang seperti ini juga tidak hanya terjadi di DKI Jakarta, seperti yang kita ketahui di Sumatera Selatan juga mengalami hal serupa namun komunikannya adalah segenap anggota TNI dan Polri sebagai dukungan untuk memberantas tindak radikalisme dan premanisme di provinsi mereka. Dapat dilihat bahwa di sana tidak ada aksi pembakaran atau kekisruhan berhubungan dengan karangan bunga yang diberikan. Itu artinya, hal ini hanya terjadi di lingkup DKI Jakarta yang berhubungan erat dengan pemilihan gubernur (pilkada) 2017.

Perbedaan keyakinan atau pendapat cukup berpengaruh dalam proses penyampaian komunikasi politik di suatu wilayah, dampaknya bisa positif atau berubah menjadi negatif yang berujung perpecahan. Jika komunikasi politik ‘karangan bunga’ semacam ini terjadi lagi di masa mendatang khususnya di DKI Jakarta, kemungkinan besar kekisruhan akan kembali terulang. Namun tergantung pada siapa yang mengirim dan menerima pesan tersebut. Mendukung mereka yang menduduki kursi pemerintahan bukanlah sebuah kesalahan, hanya saja penyampaian pesannya kurang efektif sehingga riskan terjadi penolakan di masyarakat karena perbedaan pendapat yang ada. Sebab penyampaian komunikasi politik bisa dilakukan dengan berbagai cara, dan baiknya masyarakat dapat memilah jenis komunikasi yang dianggap tidak menyinggung pihak lain.

Sekian analisa dari saya, apa anda memiliki pendapat yang sama?