Begitu banyak
masalah tentang kepolitikan di negara Indonesia. Baru-baru ini munculnya berita
mengenai karangan bunga yang dibuat oleh simpatisan kepada Ahok-Djarot; mantan
gubernur Republik Indonesia. Pengiriman karangan bunga tersebut merupakan salah
satu bentuk komunikasi politik yang ditujukan untuk pasangan Ahok-Djarot, yang
diketahui sebagai bentuk rasa terima kasih atas kinerja mereka selama menjadi
Gubernur DKI Jakarta sekaligus memberi semangat karena tidak terpilihnya
Ahok-Djarot sebagai gubernur di periode 2007-2012. Bentuk komunikasi politik
tersebut ternyata berdampak buruk dan berujung kekisruhan setelahnya. Tepat
pada hari buruh atau ‘Mayday’, ratusan bahkan ribuan karangan bunga untuk Ahok yang berjajar di Balai Kota hingga Monas semuanya hangus dibakar. Para buruh yang terlibat aksi ini menolak untuk
memberi alasan yang signifikan, bukannya menyebutkan fakta namun malah
beralasan yang sebenarnya tidak masuk akal sama sekali. Hal ini berhubungan
dengan masyarakat di DKI Jakarta yang terbagi menjadi pendukung Ahok dan anti
Ahok. Perbedaan itulah yang memicu kekisruhan selama Mayday. Pada saat itu,
buruh yang melakukan aksi demo bukan hanya yang berasal dari Jakarta, namun
juga yang berada di luar Jakarta dengan jumlah yang lebih banyak. Hal ini
memperkuat argumen bahwa adanya provakator dalam pembakaran karangan bunga
tersebut, kemungkinan terbesar adalah sebuah kelompok anti Ahok yang
memanfaatkan waktu Mayday untuk kelancaran aksi mereka.
Menurut kacamata
awam, masyarakat DKI maupun luar DKI akan menganggap kasus ini sebagai sesuatu
yang berlebihan. Bersikap netral memang sulit, mengingat banyaknya media yang
menayangkan opini si pembuat berita, bukan fakta yang ada di lapangan. Padahal
jika melihat dari sisi penyampaian komunikasi politik hal ini tidak salah,
sebab siapapun dapat menyampaikan aspirasi bahkan rasa terima kasih kepada
orang atau kelompok yang duduk di kursi pemerintahan dalam bentuk apapun.
Komunikasi politik yang seperti ini juga tidak hanya terjadi di DKI Jakarta,
seperti yang kita ketahui di Sumatera Selatan juga mengalami hal serupa namun
komunikannya adalah segenap anggota TNI dan Polri sebagai dukungan untuk
memberantas tindak radikalisme dan premanisme di provinsi mereka. Dapat dilihat
bahwa di sana tidak ada aksi pembakaran atau kekisruhan berhubungan dengan
karangan bunga yang diberikan. Itu artinya, hal ini hanya terjadi di lingkup
DKI Jakarta yang berhubungan erat dengan pemilihan gubernur (pilkada) 2017.
Perbedaan keyakinan
atau pendapat cukup berpengaruh dalam proses penyampaian komunikasi politik di
suatu wilayah, dampaknya bisa positif atau berubah menjadi negatif yang
berujung perpecahan. Jika komunikasi politik ‘karangan bunga’ semacam ini
terjadi lagi di masa mendatang khususnya di DKI Jakarta, kemungkinan besar
kekisruhan akan kembali terulang. Namun tergantung pada siapa yang mengirim dan
menerima pesan tersebut. Mendukung mereka yang menduduki kursi pemerintahan
bukanlah sebuah kesalahan, hanya saja penyampaian pesannya kurang efektif
sehingga riskan terjadi penolakan di masyarakat karena perbedaan pendapat yang
ada. Sebab penyampaian komunikasi politik bisa dilakukan dengan berbagai cara,
dan baiknya masyarakat dapat memilah jenis komunikasi yang dianggap tidak
menyinggung pihak lain.
Sekian analisa dari saya, apa anda memiliki pendapat yang sama?
Sekian analisa dari saya, apa anda memiliki pendapat yang sama?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar